Bencana Banjir Besar Yang Melanda Manila. Kota Manila, ibu kota Filipina, dilanda bencana banjir besar pada Juli 2025, yang dipicu oleh kombinasi hujan monsun deras dan pengaruh Badai Tropis Crising. Banjir ini menyebabkan sebagian besar wilayah metropolitan, yang dihuni lebih dari 13 juta jiwa, terendam air, memaksa puluhan ribu warga mengungsi ke tempat penampungan darurat. Sungai Marikina, salah satu sungai utama di kota ini, meluap hingga melampaui batas aman, memperparah genangan di kawasan padat penduduk. Bencana ini tidak hanya mengganggu aktivitas sehari-hari, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi dan dampak psikologis bagi warga. Artikel ini mengulas kronologi banjir, respons pemerintah, dan tantangan yang dihadapi dalam penanganan bencana. BERITA LAINNYA
Kronologi dan Penyebab Banjir
Banjir besar di Manila dipicu oleh hujan lebat yang berlangsung selama lebih dari 30 jam, diperparah oleh Badai Tropis Crising yang meningkatkan intensitas curah hujan melalui efek southwest monsoon atau habagat. Hujan deras ini menyebabkan Sungai Marikina meluap, dengan ketinggian air mencapai lebih dari 20 meter, memicu peringatan darurat dari otoritas setempat. Kawasan seperti Quezon City, Pasig, dan Marikina menjadi yang terparah, dengan genangan air setinggi pinggang hingga leher orang dewasa di beberapa titik. Selain itu, sistem drainase kota yang sudah tua dan tersumbat sampah memperburuk situasi, menyebabkan air tidak dapat mengalir dengan baik.
Faktor lingkungan juga turut berkontribusi. Penebangan hutan di wilayah hulu dan urbanisasi yang pesat telah mengurangi daerah resapan air, membuat Manila semakin rentan terhadap banjir. Perubahan iklim, yang meningkatkan frekuensi dan intensitas badai tropis di Filipina, menjadi pemicu utama bencana ini. Diperkirakan lebih dari 67.000 warga terpaksa mengungsi, dengan dua orang dilaporkan hilang setelah tersapu arus banjir. Infrastruktur seperti jalan raya, sekolah, dan kantor pemerintahan terpaksa ditutup, menghentikan aktivitas ekonomi di kota.
Respons Pemerintah dan Penanganan Darurat
Pemerintah Filipina, melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (NDRRMC), segera mengerahkan tim penyelamat menggunakan perahu karet untuk mengevakuasi warga yang terjebak di rumah mereka. Pusat-pusat evakuasi didirikan di sekolah dan gedung olahraga, meskipun banyak warga enggan meninggalkan rumah karena khawatir harta benda mereka dijarah. Presiden Filipina memerintahkan pengerahan tambahan pasukan militer untuk membantu distribusi bantuan makanan, air bersih, dan obat-obatan. Namun, tantangan besar muncul akibat kepadatan penduduk di pusat evakuasi, yang meningkatkan risiko penyebaran penyakit, terutama di tengah pandemi yang masih berlangsung.
Otoritas setempat juga berupaya membersihkan puing dan sampah yang menyumbat saluran air, meskipun upaya ini terhambat oleh hujan yang terus mengguyur. Badan meteorologi Filipina memperingatkan bahwa cuaca buruk mungkin berlangsung hingga akhir pekan, mendorong pemerintah untuk memperpanjang status darurat di Metro Manila dan provinsi sekitarnya. Juru bicara kepresidenan menyerukan kerja sama warga untuk mematuhi perintah evakuasi dan menjaga kebersihan lingkungan guna mencegah banjir lebih lanjut.
Tantangan dan Dampak Jangka Panjang: Bencana Banjir Besar Yang Melanda Manila
Banjir ini menyoroti sejumlah tantangan sistemik di Manila. Sistem drainase yang ketinggalan zaman dan tidak memadai gagal menampung volume air yang besar, terutama di kawasan urban yang didominasi permukaan beton. Selain itu, pengelolaan sampah yang buruk, dengan banyaknya sampah plastik yang menyumbat saluran air, menjadi faktor utama memperparah genangan. Kerusakan lingkungan akibat deforestasi di daerah hulu juga meningkatkan risiko banjir bandang, seperti yang terjadi di beberapa kawasan pinggiran.
Dampak ekonomi dari banjir ini sangat signifikan. Banyak bisnis, terutama usaha kecil di sektor perdagangan dan jasa, terhenti akibat genangan air yang memutus akses jalan. Transportasi publik, termasuk kereta dan bus, juga lumpuh, menghambat mobilitas warga. Secara sosial, banjir ini memperburuk kondisi warga miskin di daerah dataran rendah, yang kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian. Anak-anak menjadi kelompok rentan, dengan banyak sekolah yang rusak atau digunakan sebagai tempat pengungsian, mengganggu proses belajar.
Kesimpulan: Bencana Banjir Besar Yang Melanda Manila
Bencana banjir besar yang melanda Manila pada Juli 2025 menjadi pengingat akan kerentanan kota ini terhadap cuaca ekstrem dan perubahan iklim. Dengan lebih dari 67.000 warga mengungsi dan kerugian ekonomi yang signifikan, banjir ini menuntut respons cepat dari pemerintah, mulai dari evakuasi hingga penyediaan bantuan darurat. Namun, tantangan seperti infrastruktur drainase yang buruk, pengelolaan sampah yang tidak memadai, dan kerusakan lingkungan menunjukkan perlunya solusi jangka panjang. Upaya mitigasi, seperti pembangunan tanggul modern, pembersihan sungai, dan reboisasi, harus menjadi prioritas untuk mengurangi risiko banjir di masa depan. Bencana ini juga menggarisbawahi pentingnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan dan mematuhi peringatan dini. Manila kini berada pada titik kritis untuk belajar dari bencana ini dan membangun kota yang lebih tangguh terhadap ancaman alam.