Demo Gen Z Memanas di Maroko. Maroko sedang diguncang gelombang demonstrasi yang dipimpin Generasi Z, yang kian memanas sejak akhir September lalu. Ratusan pemuda turun ke jalanan di berbagai kota besar seperti Rabat, Casablanca, dan Marrakesh, menuntut perubahan mendalam di sektor kesehatan dan pendidikan. Apa yang dimulai sebagai aksi damai melalui panggilan daring kini berubah menjadi bentrokan sengit dengan aparat keamanan, dengan puluhan orang ditangkap dan luka-luka dilaporkan. Di balik spanduk dan sorak-sorai, Gen Z Maroko—kelompok yang tumbuh di era media sosial—menunjukkan kekuatan mereka sebagai kekuatan politik baru. Dengan pemerintah menggelar rapat darurat, situasi ini tak hanya menguji ketahanan rezim Raja Mohammed VI, tapi juga menyoroti ketidakpuasan generasi muda terhadap prioritas nasional, termasuk persiapan mewah untuk Piala Dunia FIFA 2030. BERITA BASKET
Latar Belakang Demonstrasi: Demo Gen Z Memanas di Maroko
Demonstrasi ini meletus di tengah krisis ekonomi yang masih membayangi Maroko pasca-pandemi, ditambah inflasi tinggi dan pengangguran pemuda yang mencapai 35 persen. Gen Z, yang lahir antara 1997 hingga 2012, merasakan dampaknya paling dalam: akses pendidikan berkualitas terbatas, sistem kesehatan yang kolaps, dan mimpi karier yang terhambat. Pemicu utama datang dari laporan pemerintah yang mengalokasikan miliaran dirham untuk infrastruktur stadion Piala Dunia, sementara rumah sakit kekurangan obat dasar dan sekolah-sekolah negeri penuh sesak.
Aksi dimulai pada 27 September 2025, melalui panggilan anonim dari kelompok seperti GenZ 212 dan Moroccan Youth Voice. Kolektif ini, yang terbentuk di platform seperti TikTok dan Discord, menghindari struktur hierarkis tradisional untuk elak pengawasan. Dalam hitungan hari, ribuan pemuda bergabung, memadukan elemen gerakan Arab Spring 2011 dengan taktik digital modern. Video viral menunjukkan pemuda berusia 18-25 tahun membagikan cerita pribadi tentang saudara yang sakit tak tertangani atau teman yang putus asa karena biaya kuliah melonjak. Hingga 1 Oktober, demonstrasi telah menyebar ke lebih dari 20 kota, menjadikannya salah satu mobilisasi pemuda terbesar sejak Hirak Rif 2016-2017.
Tuntutan Utama Gen Z: Demo Gen Z Memanas di Maroko
Inti tuntutan demonstran sederhana tapi mendesak: reformasi radikal di kesehatan dan pendidikan. Mereka menekankan hak atas layanan medis gratis dan berkualitas, termasuk vaksinasi massal dan pembangunan rumah sakit baru di daerah pedesaan. Di pendidikan, pemuda menuntut kurikulum yang relevan dengan pasar kerja digital, beasiswa penuh untuk mahasiswa berprestasi, dan pengurangan biaya sekolah swasta yang mahal. Selain itu, ada kritik tajam terhadap korupsi anggaran, di mana dana publik diduga bocor ke proyek prestisius seperti Piala Dunia, sementara 40 persen anak muda Maroko masih buta huruf fungsional.
Metode aksi mereka inovatif, mengandalkan live streaming untuk koordinasi real-time dan meme untuk menyebarkan pesan. Slogan seperti “Kesehatan Bukan Mewah, Pendidikan Bukan Hutang” menjadi trending di media sosial, menarik simpati dari kalangan internasional. Gen Z tak hanya protes; mereka juga mengusulkan solusi, seperti petisi daring yang telah dikumpulkan 500 ribu tanda tangan untuk anggaran nasional yang lebih adil. Namun, di balik semangat ini, ada kekhawatiran: tanpa representasi politik, tuntutan mereka berisiko hanya jadi sorotan sementara.
Reaksi Pemerintah dan Dampak Sosial
Pemerintah Maroko merespons cepat tapi tegas. Pada 29 September, Menteri Dalam Negeri menggelar rapat darurat, memerintahkan polisi antihuru-hara dikerahkan di titik panas. Hingga kini, hampir 200 demonstran ditangkap, dengan tuduhan merusak fasilitas umum atau melanggar aturan berkumpul. Bentrokan paling parah terjadi di Rabat, di mana gas air mata dan karet peluru digunakan, menyebabkan puluhan luka ringan dan satu kasus patah tulang. Pejabat pemerintah menyebut aksi ini “provokasi eksternal”, meski bukti menunjukkan inisiatif murni lokal.
Dampaknya meluas: sekolah dan universitas tutup sementara di beberapa wilayah, sementara ekonomi kota-kota besar terganggu oleh blokade jalan. Di sisi positif, demonstrasi ini memaksa dialog; Perdana Menteri Aziz Akhannouch berjanji evaluasi anggaran kesehatan dalam 30 hari. Namun, ketegangan meningkat dengan laporan intimidasi terhadap aktivis daring. Komunitas internasional, termasuk Amnesty International, mendesak pembebasan tahanan politik, sementara Uni Eropa memantau hak asasi manusia. Bagi Gen Z, ini jadi ujian: apakah tekanan mereka akan lahirkan reformasi, atau justru represi lebih dalam?
Kesimpulan
Demonstrasi Gen Z di Maroko bukan sekadar ledakan kemarahan pemuda, tapi panggilan untuk masa depan yang lebih inklusif. Dengan tuntutan yang jelas dan organisasi yang cerdas, generasi ini membuktikan bahwa suara mereka tak bisa diabaikan lagi. Meski bentrokan menambah korban, momentum ini bisa jadi katalisator perubahan struktural, terutama jika pemerintah merespons dengan tindakan konkret daripada penindasan. Di tengah persiapan Piala Dunia yang gemerlap, Maroko kini dihadapkan pilihan: berinvestasi pada rakyat mudanya atau berisiko kehilangan legitimasi. Bagi Gen Z, perjuangan ini baru permulaan—sebuah pengingat bahwa perubahan datang dari bawah, dan kali ini, mereka siap memimpin.