China Membuat Sekutu Untuk Tandingi Negara AS

china-membuat-sekutu-untuk-tandingi-negara-as

China Membuat Sekutu Untuk Tandingi Negara AS. China semakin gencar membangun aliansi strategis untuk menyaingi pengaruh Amerika Serikat di panggung global, terutama di tengah ketegangan geopolitik yang memanas pada 2025. Dengan inisiatif seperti Belt and Road Initiative (BRI) dan organisasi seperti Shanghai Cooperation Organisation (SCO), China berupaya memperkuat posisinya sebagai kekuatan ekonomi dan militer. Langkah ini menjadi sorotan dunia, termasuk di Indonesia, yang juga merasakan pengaruh persaingan ini di kawasan Asia Tenggara. Artikel ini akan mengupas alasan China memperluas sekutu, negara-negara yang terlibat, tanggapan AS, dan implikasi dari dinamika ini. BERITA BOLA

Alasan China Membuat Sekutu Untuk Saingi Negara AS
China membangun aliansi untuk menandingi AS karena beberapa alasan strategis. Pertama, China ingin menantang dominasi AS dalam tatanan dunia, terutama setelah sanksi perdagangan dan teknologi yang diberlakukan AS sejak 2018. Dengan ekonomi terbesar kedua dunia, China mencatatkan PDB $18,3 triliun pada 2024, dan aliansi ini memperkuat pengaruhnya di pasar global. Kedua, ketegangan di Laut China Selatan dan Taiwan mendorong China mencari dukungan diplomatik dan militer untuk mengimbangi aliansi AS seperti AUKUS dan Quad. Ketiga, China berupaya mengamankan sumber daya energi dan mineral, seperti nikel dan kobalt, yang krusial untuk industri teknologi dan energi terbarukan. Melalui BRI, China telah menginvestasikan lebih dari $1 triliun di infrastruktur global hingga 2025, menciptakan ketergantungan ekonomi di banyak negara. Terakhir, China ingin mempromosikan model tata kelola otoriter sebagai alternatif terhadap demokrasi liberal yang didukung AS, menarik negara-negara yang mencari stabilitas tanpa syarat politik.

Negara Siapa Saja yang Sudah Bersekutu Dengan China
China telah menjalin hubungan erat dengan sejumlah negara melalui aliansi ekonomi, militer, dan politik. Rusia adalah sekutu utama, dengan kerja sama yang diperkuat melalui SCO dan kontrak energi senilai $400 miliar untuk gas dan minyak hingga 2030. Iran juga menjadi mitra strategis, dengan investasi China sebesar $25 miliar di sektor energi dan infrastruktur sejak perjanjian 25 tahun pada 2021. Di Asia Tenggara, Kamboja dan Laos sangat bergantung pada investasi BRI, dengan proyek seperti kereta api cepat Laos yang bernilai $5,9 miliar. Pakistan, melalui China-Pakistan Economic Corridor, menerima investasi $62 miliar untuk pelabuhan dan energi. Di Afrika, Ethiopia dan Kenya menonjol sebagai penerima utama pinjaman BRI, dengan total utang $29 miliar hingga 2024. Di Amerika Latin, Venezuela dan Bolivia memperkuat hubungan dengan China untuk ekspor minyak dan lithium. Selain itu, negara-negara seperti Turki dan Arab Saudi mulai mendekat ke China melalui perdagangan dan investasi teknologi, meski masih menjaga hubungan dengan AS.

Tanggapan Negara AS Tentang China Saat Ini
AS, di bawah Presiden Donald Trump, merespons langkah China dengan sikap keras dan konfrontatif. Dalam pidato di Sidang Umum PBB pada 16 September 2025, Trump menyebut China sebagai “ancaman strategis utama” bagi kepentingan AS, menuduhnya membangun “imperium ekonomi” melalui utang BRI. AS telah memperkuat aliansi seperti AUKUS dan Quad untuk menahan pengaruh China di Indo-Pasifik, dengan anggaran militer $886 miliar pada 2025 untuk modernisasi kapal selam dan teknologi AI. Trump juga memperluas sanksi terhadap perusahaan teknologi China seperti Huawei dan SMIC, membatasi akses mereka ke pasar AS. Selain itu, AS mendorong negara sekutu untuk mengurangi ketergantungan pada rantai pasok China, dengan investasi $12 miliar untuk membangun fasilitas semikonduktor di Eropa dan Asia. Namun, AS menghadapi tantangan karena beberapa sekutu, seperti Jerman dan Korea Selatan, enggan memutus hubungan ekonomi dengan China sepenuhnya.

Kesimpulan: China Membuat Sekutu Untuk Tandingi Negara AS
China sedang membangun jaringan sekutu yang kuat untuk menyaingi dominasi AS, didorong oleh ambisi ekonomi, keamanan, dan pengaruh geopolitik. Dengan Rusia, Iran, dan sejumlah negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin sebagai mitra, China memperluas pengaruhnya melalui investasi dan diplomasi. Respons AS yang agresif, dengan sanksi dan penguatan aliansi, menunjukkan bahwa persaingan ini jauh dari selesai. Bagi Indonesia, yang menjalin hubungan erat dengan kedua kekuatan, dinamika ini menuntut keseimbangan cerdas untuk memanfaatkan peluang ekonomi tanpa terjebak dalam konflik geopolitik. Persaingan antara China dan AS akan terus membentuk tatanan dunia, dan kesiapan negara-negara lain untuk menavigasi ketegangan ini menjadi kunci menjaga stabilitas global.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *