Netanyahu Tidak Memiliki Niat Untuk Berhenti Perang

netanyahu-tidak-memiliki-niat-untuk-berhenti-perang

Netanyahu Tidak Memiliki Niat Untuk Berhenti Perang. Pada peringatan dua tahun serangan dahsyat Hamas tanggal 7 Oktober 2023, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali tegas menyatakan bahwa ia tak punya niat berhenti perang di Gaza sebelum tujuan utama tercapai. Di pidato emosional di Yerusalem, Netanyahu janji “amankan keabadian Israel” dengan menghancurkan rezim Hamas sepenuhnya, pulangkan semua sandera, dan pastikan Gaza tak lagi jadi ancaman. Pernyataan ini datang di tengah negosiasi ceasefire yang didorong proposal 20 poin dari Donald Trump, tapi Netanyahu tolak kompromi yang biarkan Hamas bertahan. Dua tahun perang yang tewaskan lebih dari 40 ribu nyawa Palestina dan 1.200 warga Israel ini kini jadi taruhan politik: Netanyahu lihat perang sebagai kewajiban nasional, sementara tekanan global dorong damai. Di saat Gaza hancur lebur dan sandera masih 48 orang ditahan, sikap Netanyahu ini picu kontroversi besar—apakah ini tekad atau kegigihan yang perpanjang penderitaan? Kita kupas lebih dalam. MAKNA LAGU

Pernyataan Terkini Netanyahu: Komitmen Tanpa Kompromi: Netanyahu Tidak Memiliki Niat Untuk Berhenti Perang

Netanyahu tak ragu saat berpidato di depan ribuan warga Israel pada 7 Oktober 2025. Ia ulangi tiga tujuan perang: pulangkan sandera, hilangkan kekuasaan Hamas, dan jamin Gaza tak ancam Israel lagi. “Kami takkan berhenti hingga semuanya tercapai,” katanya, sambil instruksikan IDF masuk Gaza City—benteng utama Hamas—beberapa minggu lalu untuk tekan pembebasan sandera. Ini bukan retorika kosong: sejak anniversary pertama, Netanyahu tolak setiap kesepakatan yang tak demiliterisasi Gaza total, termasuk proposal Trump yang ia peluk tapi modifikasi agar sesuai visinya.

Sikap ini lahir dari trauma nasional 7 Oktober, di mana Hamas culik 250 orang dan tewaskan ratusan di festival musik. Netanyahu, yang sempat dikritik atas kegagalan intelijen, kini posisikan diri sebagai pelindung utama. Dalam wawancara eksklusif, ia bilang “kekuasaan Hamas harus berakhir,” tolak skenario di mana kelompok itu pegang peran apa pun pasca-perang. Di lapangan, IDF kuasai 60% Gaza, tapi perlawanan sporadis bikin kemajuan lambat—700 tentara Israel tewas, dan biaya operasi capai miliaran dolar. Bagi Netanyahu, berhenti sekarang berarti kegagalan, meski korban sipil Gaza naik tajam. Intinya, pernyataannya ini sinyal jelas: perang lanjut hingga Hamas lenyap, tak peduli tekanan luar.

Tekanan dari Trump: Proposal Damai yang Rapuh: Netanyahu Tidak Memiliki Niat Untuk Berhenti Perang

Masuknya Donald Trump ke arena jadi plot twist di Oktober 2025. Proposal 20 poinnya tuntut ceasefire cepat: Hamas serahkan kekuasaan, lepas semua sandera, dan Gaza dikelola teknokrat non-militan sebagai imbalan tarik pasukan Israel. Trump, yang puji Netanyahu sebagai “teman setia,” desak akhir perang sebelum ulang tahun ketiga, bahkan bilang “saya yakin deal bakal tercapai.” Delegasi AS seperti Jared Kushner dan Steve Witkoff sudah bertemu mediator Mesir-Qatar di Sharm el-Sheikh, dan Netanyahu peluk rencana ini sebagai “realistis” yang hilangkan elemen teroris.

Tapi, ada gesekan: koalisi far-right Netanyahu marah besar, anggap proposal Trump “terlalu lunak” karena tak sebut pendudukan permanen Gaza. Beberapa menteri ancam keluar kabinet jika kompromi, bikin Netanyahu terjepit—ia dukung Trump untuk pulangkan 100 sandera tersisa, tapi tak mau tampak lemah di mata pemilih. Hamas respons “siap deal” asal ceasefire permanen dan rekonstruksi segera, tapi tolak demiliterisasi total. Pertemuan Kairo kemarin “positif” kata mediator, tapi Netanyahu tegas: tak ada peran Hamas pasca-perang. Tekanan Trump ini peluang emas bagi Netanyahu—damai sementara bisa selamatkan citranya—tapi juga jebakan, karena kegagalan bisa eskalasi lebih luas ke Lebanon atau Iran.

Dampak Perang dan Respons Global: Penderitaan yang Berlanjut

Dua tahun perang tinggalkan Gaza dalam puing: 70% infrastruktur hancur, 90% penduduk bergantung bantuan PBB yang terhambat blokade, dan kelaparan ancam jutaan anak. Netanyahu bilang ini “harga keamanan,” tapi kritik global bilang sikapnya perpanjang siklus kekerasan. Uni Eropa dan PBB kecam operasi IDF yang tewaskan 130 orang dalam tiga hari terakhir, dengan Sekjen Guterres sebut ini “kesempatan emas” untuk damai tapi terbuang sia-sia. Di AS, Trump tekan Netanyahu agar “jangan negatif,” sementara oposisi domestik Israel puji negosiasi sebagai jalan keluar dari perang melelahkan.

Di Israel, anniversary ditandai demo dukungan Netanyahu di Yerusalem, tapi juga protes keluarga sandera yang tuntut prioritas pembebasan daripada militer. Negara Arab seperti Mesir dan Yordania khawatir pendudukan permanen picu instabilitas, sementara Iran dukung Hamas diam-diam. Respons ini tunjukkan polarisasi: bagi Netanyahu, perang adalah eksistensial; bagi dunia, ia jadi penghalang damai. Dengan 48 sandera masih ditahan, termasuk mayat, tekanan pulang mereka bisa paksa kompromi—tapi Netanyahu pegang kendali, dan niatnya jelas: lanjut hingga kemenangan total.

Kesimpulan

Sikap Netanyahu yang tak berniat berhenti perang di Oktober 2025 jadi cerita utama anniversary kelam: dari komitmen tegas hilangkan Hamas, tekanan Trump yang buka celah damai, hingga dampak penderitaan Gaza yang tak kunjung usai. Ini momen krusial—proposal Trump bisa akhiri perang sementara, tapi tanpa atasi akar seperti hak Palestina, siklus bakal ulang. Bagi Israel, Netanyahu wakili ketangguhan; bagi Gaza, ia simbol kehancuran. Saat delegasi balik ke meja Kairo, harapan tipis: sandera pulang, senjata diam, dan Gaza bangkit. Netanyahu tahu taruhannya besar—kemenangan militer tak cukup tanpa damai berkelanjutan. Di akhir hari, perang ini ingatkan bahwa niat baik tak selalu cukup; ia butuh keberanian untuk kompromi.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *