13 Orang Tewas Lagi Akibat Perang Thailand-Kamboja. Konflik bersenjata anatara Thailand dan Kamboja kembali memicu adanya korban yang meninggal. Pada Sabtu, 26 Juli 2025, Kementerian Pertahanan Kamboja melaporkan 13 warga mereka tewas, termasuk lima tentara dan delapan warga sipil, akibat serangan militer Thailand di Provinsi Pursat. Sementara itu, Thailand mencatat 14 korban jiwa, dengan 13 warga sipil dan satu tentara, akibat serangan roket dan artileri Kamboja. Pertempuran yang dipicu sengketa wilayah sekitar Kuil Preah Vihear ini telah memaksa lebih dari 138.000 warga Thailand dan 35.000 warga Kamboja mengungsi. Ketegangan yang meningkat sejak Kamis, 24 Juli 2025, kini menjadi salah satu konflik paling mematikan dalam 13 tahun terakhir. BERITA LAINNYA
Apakah Angka Kematian Akan Terus Bertambah?
Dengan intensitas pertempuran yang belum mereda, risiko korban jiwa semakin meningkat. Thailand telah mengerahkan jet tempur F-16 untuk menyerang target militer Kamboja, sementara Kamboja membalas dengan artileri berat dan roket BM-21. Serangan Thailand dilaporkan merusak situs budaya di Kamboja, sementara serangan Kamboja menargetkan wilayah sipil, termasuk rumah sakit di Provinsi Surin, Thailand. Hingga kini, lebih dari 46 orang di Thailand dan lima di Kamboja dilaporkan terluka. Tanpa intervensi segera, eskalasi militer, termasuk penggunaan senjata berat dan serangan udara, berpotensi menambah jumlah korban. Faktor seperti ketidakpercayaan antar kedua pihak dan minimnya komunikasi diplomatik memperburuk situasi, membuat angka kematian berpeluang terus bertambah.
Kapan Rencana Damai Akan Dilakukan: 13 Orang Tewas Lagi Akibat Perang Thailand-Kamboja
Kamboja telah menyerukan gencatan senjata segera melalui Dewan Keamanan PBB pada Jumat, 25 Juli 2025, dengan Duta Besar Chhea Keo menyatakan kesiapan Phnom Penh untuk berdialog, baik secara bilateral maupun melalui mediasi Malaysia sebagai Ketua ASEAN. Thailand, melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri Nikorndej Balankura, menyambut baik usulan dialog, tetapi menegaskan bahwa gencatan senjata harus didasari kondisi lapangan yang jelas, seperti penarikan pasukan Kamboja dari wilayah sengketa. Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim berjanji memfasilitasi pembicaraan sebelum akhir Juli, tetapi tantangan seperti tudingan saling serang dan ketegangan politik domestik, termasuk skorsing PM Thailand Paetongtarn Shinawatra, memperlambat proses. Jika mediasi berhasil, gencatan senjata bisa dimulai dalam hitungan minggu, tetapi tanpa komitmen kuat, negosiasi berisiko mandek.
Apakah Perang Ini Merugikan Indonesia?
Sebagai negara tetangga di Asean, dampak tidak langsung juga mengenai negara tanah air ini. Perdagangan regional, khususnya ekspor sawit dan produk pertanian ke Thailand dan Kamboja, terganggu akibat penutupan perbatasan dan boikot impor oleh Kamboja, termasuk buah dan sayuran dari Thailand. Ketidakstabilan ini juga meningkatkan harga komoditas, memengaruhi inflasi di Indonesia. Selain itu, KBRI di Bangkok dan Phnom Penh telah mengeluarkan imbauan kewaspadaan bagi WNI di kedua negara, terutama di wilayah perbatasan seperti Provinsi Oddar Meanchey dan Surin. Secara diplomatik, Indonesia mendorong penyelesaian damai melalui ASEAN, tetapi konflik ini dapat melemahkan solidaritas kawasan, yang berdampak pada posisi Indonesia sebagai pemimpin regional.
Kesimpulan: 13 Orang Tewas Lagi Akibat Perang Thailand-Kamboja
Perang Thailand dan Kamboja juga telah banyak menelan korban dengan adanya 13 waga Kamboja dan 14 warga Thailand tewas, serta ratusan ribu orang yang mengungsi. Potensi korban bertambah masih tinggi tanpa gencatan senjata segera. Meski ada sinyal dialog melalui mediasi ASEAN, tantangan politik dan militer menghambat perdamaian. Indonesia, meski tidak terlibat langsung, merasakan dampak ekonomi dan diplomatik. Komitmen kuat dari kedua pihak dan dukungan ASEAN menjadi kunci untuk menghentikan konflik ini dan mencegah kerugian lebih lanjut di kawasan.