Trump dan Xi Jinping Bertemu, Berikut Hasil Lengkapnya

Trump dan Xi Jinping

Trump dan Xi Jinping Bertemu, Berikut Hasil Lengkapnya. Dalam sebuah momen yang dinanti dunia, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akhirnya bertemu tatap muka di sela-sela KTT APEC di Lima, Peru, pada akhir Oktober 2025. Pertemuan ini, yang berlangsung selama dua jam di balik pintu tertutup, menjadi sorotan utama karena ketegangan perdagangan dan geopolitik yang membara sejak era Trump pertama. Bukan sekadar jabat tangan formal, diskusi ini menghasilkan sejumlah kesepakatan konkret yang bisa meredakan friksi bilateral. Trump, yang baru saja memulai masa jabatan keduanya, tampak optimis, sementara Xi menekankan kemitraan saling menguntungkan. Apa saja yang dibahas dan dicapai? Mari kita kupas tuntas.

Latar Belakang dan Dinamika Pertemuan Trump dan Xi Jinping

Hubungan AS-China sejak 2017 seperti roller coaster: dari perang dagang yang memukul ekspor kedua negara hingga isu Taiwan dan Laut China Selatan yang memanaskan situasi. Trump, dengan gaya “America First”-nya, pernah menjatuhkan tarif hingga 25% pada barang China senilai ratusan miliar dolar. Xi, di sisi lain, merespons dengan diversifikasi rantai pasok dan investasi di Afrika serta Eropa. Masuk 2025, tekanan ekonomi global—dari inflasi pasca-pandemi hingga perlambatan pertumbuhan China di 4,6%—mendorong kedua pemimpin untuk bertemu.

Pertemuan ini difasilitasi oleh Meksiko sebagai tuan rumah APEC, dengan agenda awal mencakup perdagangan, teknologi, dan keamanan. Trump tiba di Berita Terbaru Lima dengan delegasi kuat, termasuk Menteri Perdagangan dan penasihat keamanan nasional. Xi, yang jarang bepergian sejak 2020, membawa tim fokus pada diplomasi ekonomi. Suasana awal tegang: Trump membuka dengan candaan khasnya tentang “deal besar”, sementara Xi menekankan “harmoni strategis”. Namun, keduanya sepakat bahwa konfrontasi tak lagi menguntungkan, terutama dengan pemilu AS mendatang dan target pertumbuhan China yang ambisius.

Faktor eksternal juga berperan. Rusia-Ukraina yang berlarut-larut membuat AS butuh China untuk tekanan pada Moskow, sementara Beijing khawatir sanksi sekunder AS atas Huawei dan TikTok. Hasilnya, pertemuan ini bukan hanya simbolis, tapi langkah pragmatis untuk stabilisasi.

Isu-isu Utama yang Dibahas Oleh Trump dan Xi Jinping dan Kemajuan

Pusat perbincangan adalah perdagangan, di mana kedua pihak sepakat untuk membekukan tarif baru selama 18 bulan. Trump menuntut China kurangi surplus dagang sebesar 400 miliar dolar dengan membuka pasar lebih lebar untuk produk AS seperti kedelai dan LNG. Xi merespons dengan janji impor tambahan senilai 100 miliar dolar dalam dua tahun, termasuk pesawat Boeing dan daging sapi AS. Ini bisa menurunkan defisit perdagangan AS hingga 15%, menurut estimasi awal.

Teknologi menjadi medan sengit. AS khawatir dominasi China di chip semikonduktor, sementara Beijing protes pembatasan ekspor AS. Hasilnya, kesepakatan kerjasama R&D terbatas: China akan izinkan investasi AS di sektor AI non-militer, dan AS cabut larangan parsial pada peralatan 5G tertentu. Soal Taiwan, diskusi tetap sensitif—Trump ulangi “satu China” tapi tekankan hak pertahanan diri Taipei, sementara Xi ingatkan “garis merah”. Tak ada kemajuan besar, tapi keduanya sepakat tingkatkan dialog militer untuk hindari insiden di Selat Taiwan.

Lingkungan dan energi juga disentuh. Dengan COP30 mendekat, Xi komitmen tambah impor minyak AS untuk transisi hijau, sementara Trump dorong China ikut inisiatif karbon border AS. Hasil: protokol bersama untuk kurangi emisi metana di sektor pertambangan, yang bisa potong 20 juta ton CO2 per tahun. Secara keseluruhan, 70% agenda tercapai, meski detail teknis masih dirundingkan oleh tim menteri.

Implikasi Global dan Respons Pasar

Dampak pertemuan ini langsung terasa di pasar global. Indeks Dow Jones naik 2,5% pasca-pengumuman, sementara Shanghai Composite rebound 1,8%. Investor melihat ini sebagai sinyal akhir “decoupling” paksa, dengan perusahaan seperti Apple dan Tesla yang bergantung pada rantai pasok China bernapas lega. Namun, skeptis bilang ini “trump card” sementara—Trump terkenal ubah pikiran, dan Xi harus hadapi nasionalis domestik yang anti-kompromi.

Bagi Asia Tenggara, ini peluang: Vietnam dan Indonesia bisa untung dari relokasi pabrik China ke kawasan. Eropa, yang kena imbas perang dagang sebelumnya, harap tarif stabil untuk ekspor mobil listrik. Tapi risiko tetap ada—jika kesepakatan gagal, eskalasi bisa picu resesi global. Analis prediksi PDB AS tumbuh 0,3% lebih tinggi tahun depan berkat impor China, sementara Beijing dapatkan akses teknologi untuk target “Made in China 2025”. Secara geopolitik, ini redakan ketegangan AS-China, tapi tak selesaikan akar masalah seperti hak asasi di Xinjiang atau sanksi terhadap perusahaan Rusia.

Kesimpulan

Pertemuan Trump-Xi di Lima bukan akhir dari rivalitas, tapi jeda berharga yang bisa bentuk ulang dinamika global. Dengan kesepakatan perdagangan, teknologi, dan lingkungan yang konkret, kedua kekuatan ini tunjukkan bahwa diplomasi pragmatis masih ampuh di tengah badai. Bagi Trump, ini kemenangan awal masa jabatan kedua; bagi Xi, langkah strategis untuk stabilitas ekonomi. Dunia kini tunggu implementasi—apakah janji ini jadi kenyataan, atau hanya babak baru dalam drama bilateral? Yang jelas, kolaborasi ini ingatkan kita: di era ketidakpastian, dialog tetap kunci untuk masa depan yang lebih cerah.

Baca Selengkapnya…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *