Spanduk PSHT di Jepang Menjadi Sorotan Warga. Pada akhir Juni 2025, sebuah video yang menunjukkan sekelompok warga negara Indonesia (WNI) membentangkan spanduk bertuliskan “PSHT Madiun Rantau Jepang” di sebuah jembatan umum di Jepang menjadi viral di media sosial. Aksi ini dilakukan oleh anggota Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), sebuah organisasi pencak silat asal Madiun, Jawa Timur. Video berdurasi 33 detik tersebut memicu reaksi keras dari warga Jepang dan warganet Indonesia, yang menganggap tindakan tersebut melanggar norma ketertiban umum di Jepang, negara yang dikenal dengan budaya disiplinnya. Insiden ini memicu diskusi luas tentang etika WNI di luar negeri dan citra Indonesia di mata dunia. Artikel ini akan mengulas kronologi kejadian, respons pihak terkait, dampaknya, dan pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa ini, berdasarkan informasi terkini. BERITA BOLA
Kronologi Kejadian
Video viral yang diunggah pada 25 Juni 2025 menunjukkan sekelompok anggota PSHT, sebagian besar mengenakan seragam hitam khas organisasi, berkumpul di taman dekat sebuah sungai di Jepang. Dalam rekaman tersebut, dua pria terlihat memanjat jembatan layang dan membentangkan spanduk besar bertuliskan “PSHT Madiun Rantau Jepang” di pagar jembatan, sementara kendaraan melintas di atasnya. Aksi ini, yang ternyata terjadi sekitar tiga tahun lalu, kembali menjadi sorotan setelah video tersebut diunggah ulang oleh sebuah akun media sosial yang dikenal menyoroti pelanggaran norma di Jepang.
Menurut laporan, kegiatan ini merupakan bagian dari acara perkumpulan PSHT Cabang Jepang, yang dihadiri oleh anggota yang sebagian besar adalah WNI yang tinggal atau pernah tinggal di Jepang. Namun, tindakan membentangkan spanduk di fasilitas umum tanpa izin dianggap melanggar aturan ketertiban di Jepang, yang sangat menjunjung tinggi penggunaan ruang publik secara tertib dan sesuai izin resmi.
Respons Pihak Terkait
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo segera mengambil langkah dengan menggelar pertemuan dengan perwakilan PSHT Cabang Jepang pada 26 Juni 2025. Dalam pernyataan resminya, KBRI menyatakan bahwa kegiatan tersebut terjadi tiga tahun lalu dan melibatkan anggota PSHT yang sebagian telah kembali ke Indonesia. PSHT Cabang Jepang menyampaikan permohonan maaf atas tindakan yang dinilai tidak selaras dengan norma dan hukum setempat, serta berkomitmen untuk mematuhi aturan di Jepang dalam kegiatan mereka ke depan.
Ketua Umum PSHT Pusat Madiun, Moerdjoko, juga angkat bicara, menegaskan bahwa aksi tersebut bukanlah arahan resmi dari organisasi pusat. Ia menyatakan akan menelusuri lebih lanjut untuk memastikan tidak ada pelanggaran serupa di masa depan. Pernyataan ini diharapkan dapat meredam kontroversi dan menunjukkan komitmen PSHT untuk menjaga nama baik organisasi dan Indonesia.
Reaksi Publik dan Kontroversi: Spanduk PSHT di Jepang Menjadi Sorotan Warga
Aksi PSHT ini memicu reaksi keras, terutama dari warga Jepang, yang menganggap tindakan tersebut sebagai bentuk pelanggaran etika dan ketertiban umum. Beberapa warganet Jepang menyebut aksi ini “egois” dan menuntut tindakan tegas, termasuk deportasi bagi pelaku. Di sisi lain, warganet Indonesia juga menyayangkan tindakan ini, dengan banyak yang merasa aksi tersebut mencoreng citra WNI di luar negeri. Komentar seperti “jangan malu-maluin di negara orang” dan “tindakan ini merusak marwah pencak silat” mencerminkan kekecewaan publik Indonesia.
Kontroversi ini menyoroti perbedaan budaya antara Indonesia dan Jepang, khususnya dalam hal penggunaan ruang publik. Di Jepang, tindakan seperti memasang spanduk tanpa izin dianggap mengganggu ketertiban, sementara di Indonesia, kegiatan semacam ini mungkin dianggap biasa sebagai bentuk ekspresi komunitas. Insiden ini menjadi pengingat pentingnya memahami norma lokal saat berada di luar negeri.
Dampak dan Pelajaran: Spanduk PSHT di Jepang Menjadi Sorotan Warga
Peristiwa ini berdampak pada citra WNI di Jepang, yang selama ini dikenal sebagai komunitas yang taat aturan. Insiden ini menambah daftar keluhan masyarakat Jepang terhadap perilaku sebagian WNI, seperti kasus pelanggaran kecil lainnya yang pernah dilaporkan. Bagi PSHT, kontroversi ini menjadi tantangan untuk memperbaiki reputasi organisasi, terutama di cabang internasional.
Pelajaran utama dari insiden ini adalah pentingnya kesadaran budaya dan kepatuhan terhadap hukum setempat. KBRI Tokyo telah mendorong komunitas WNI untuk lebih memahami norma Jepang melalui program orientasi budaya. Selain itu, organisasi seperti PSHT perlu memastikan bahwa kegiatan mereka di luar negeri dilakukan dengan izin resmi dan sesuai dengan nilai-nilai luhur pencak silat, seperti disiplin dan penghormatan.
Kesimpulan: Spanduk PSHT di Jepang Menjadi Sorotan Warga
Aksi pembentangan spanduk PSHT di jembatan umum di Jepang pada Juni 2025, meskipun terjadi tiga tahun lalu, telah memicu kontroversi besar karena dianggap melanggar norma ketertiban publik di Jepang. Respons cepat dari KBRI Tokyo dan permohonan maaf PSHT Cabang Jepang menunjukkan upaya untuk meredam dampak negatif, tetapi insiden ini tetap meninggalkan pelajaran berharga tentang pentingnya memahami budaya lokal. Kejadian ini mengingatkan WNI di luar negeri untuk menjaga sikap dan menghormati aturan setempat demi menjaga citra positif Indonesia. Dengan langkah korektif dari PSHT dan dukungan KBRI, diharapkan insiden serupa dapat dicegah, memperkuat hubungan harmonis antara komunitas Indonesia dan masyarakat Jepang.