Madagaskar Akan Dipimpin Oleh Seorang Kolonel. Madagaskar memasuki babak baru yang penuh gejolak politik setelah kudeta militer yang mengguncang negeri itu pekan lalu. Pada 17 Oktober 2025, Kolonel Michael Randrianirina, pemimpin unit elit CAPSAT, secara resmi dilantik sebagai presiden transisi di sidang khidmat pengadilan tertinggi Antananarivo. Ini menyusul pemakzulan presiden sebelumnya oleh parlemen pada 14 Oktober, di tengah protes massal Gen Z yang tuntut reformasi ekonomi dan anti-korupsi. African Union (AU) langsung respons dengan suspensi keanggotaan Madagaskar, tapi Randrianirina sebut siap dialog untuk stabilkan negara. Di negeri pulau Afrika yang kaya sumber daya tapi miskin infrastruktur, langkah ini jadi titik balik—atau awal kekacauan baru? Dengan ekonomi terpuruk dan ketergantungan bantuan internasional, kepemimpinan kolonel ini bikin dunia perhatikan: apakah ini solusi darurat, atau resep konflik panjang? Dari kronologi kudeta hingga visi transisi, mari kita lihat dinamika yang bikin Madagaskar kini dipimpin seorang kolonel. BERITA TERKINI
Kronologi Kudeta: Dari Protes Gen Z ke Pengambilalihan Militer: Madagaskar Akan Dipimpin Oleh Seorang Kolonel
Kudeta ini tak datang tiba-tiba; akarnya dari krisis politik yang membara sejak pemilu kontroversial 2023, di mana Andry Rajoelina—presiden saat itu—didakwa manipulasi suara. Protes Gen Z meledak pada 10 Oktober 2025 di Antananarivo, dengan ribuan pemuda tuntut Rajoelina mundur atas korupsi dan inflasi 15 persen yang bikin harga beras naik dua kali lipat. Demonstrasi berubah chaos saat polisi bentrok, tewaskan lima orang dan lukakan 50 lainnya.
Unit CAPSAT, pasukan khusus anti-teror di bawah Randrianirina, ambil alih pada 14 Oktober pagi. Mereka kuasai istana presiden tanpa tembakan, deklarasikan “pemerintahan transisi untuk refoundasi republik”. Parlemen, yang mayoritas oposisi, langsung makzulkan Rajoelina atas “pengkhianatan konstitusi”, buka jalan pelantikan Randrianirina. Kolonel 45 tahun itu, yang karirnya dari perwira muda di pasukan elit, sebut kudeta ini “perlindungan rakyat” dari korupsi. Kronologi ini tunjukkan momentum cepat: dari demo jalanan ke pengambilalihan istana dalam empat hari, didukung militer yang frustrasi dengan pemerintahan sipil. Tapi, tanpa pemilu baru, ini bisa picu perpecahan etnis di pulau yang punya 18 suku.
Profil Randrianirina: Dari Perwira Elit ke Pemimpin Transisi: Madagaskar Akan Dipimpin Oleh Seorang Kolonel
Michael Randrianirina bukan nama asing di kalangan militer Madagaskar; ia naik pangkat dari letnan ke kolonel dalam 20 tahun, pimpin CAPSAT sejak 2020. Unitnya terkenal tangani terorisme dan penyelamatan sandera, termasuk operasi sukses di perbatasan Mozambique 2022 yang bebaskan 20 warga. Randrianirina, lahir di Antsiranana dari keluarga militer, lulus akademi Angers Prancis dan punya pengalaman pelatihan di Afrika Selatan. Ia tak punya basis politik kuat, tapi dukungan Gen Z—yang sebut ia “pahlawan muda”—bikin ia populer di media sosial, dengan hashtag #KolonelUntukMadagaskar tren nomor satu.
Visi transisinya sederhana: stabilkan ekonomi dalam enam bulan, adili korupsi Rajoelina, dan gelar pemilu 2026. Ia janji reformasi militer, kurangi korupsi anggaran pertahanan yang capai 20 persen tahun lalu, dan tarik investasi asing untuk tambang nikel—sumber devisa utama Madagaskar. Tapi, profilnya punya sisi gelap: kritik bilang CAPSAT terlibat intimidasi oposisi 2023, meski Randrianirina tolak tuduhan itu. Sebagai pemimpin transisi, ia hadapi tantangan besar: AU tuntut transisi sipil dalam 90 hari, atau sanksi ekonomi yang bisa lumpuhkan ekspor vanila senilai 500 juta dolar. Randrianirina sebut siap dialog, tapi militer kuasai 80 persen kabinet sementara, bikin kekhawatiran kudeta permanen.
Respons Internasional: Suspensi AU dan Tekanan Ekonomi
Dunia langsung bereaksi: AU suspensikan Madagaskar pada 15 Oktober, sebut kudeta “pelanggaran konstitusi”—sanksi ini blokir bantuan 200 juta dolar dan akses forum regional. Prancis, mantan penjajah, tekan Randrianirina via panggilan darurat, tuntut pemilu bebas atau potong bantuan 100 juta euro. AS dan UE ikut: Washington beku aset Rajoelina tapi pantau Randrianirina, sementara Brussels ancam embargo vanila jika transisi mandek.
Afrika Selatan dan Kenya, tetangga AU, dorong dialog—Randrianirina sudah janji bertemu komite AU di Lusaka minggu depan. Di Madagaskar, ekonomi goyah: mata uang ariary anjlok 10 persen, bursa saham tutup sementara. Respons ini tekanan ganda: militer kuasai kekuasaan, tapi isolasi internasional bisa picu krisis pangan—50 persen rakyat sudah miskin. Randrianirina bilang “kami tak butuh pengakuan, tapi stabilitas”—tapi tanpa bantuan, kudeta ini bisa berubah jadi bencana.
Kesimpulan
Pelantikan Kolonel Michael Randrianirina sebagai presiden transisi Madagaskar adalah titik balik yang penuh risiko, lahir dari protes Gen Z dan ambisi militer. Dari kronologi kudeta yang cepat hingga profil Randrianirina yang karismatik tapi kontroversial, semuanya tunjukkan negeri pulau ini butuh stabilitas darurat. Respons AU dan Barat beri tekanan ekonomi, tapi juga peluang dialog jika Randrianirina patuh. Di tengah inflasi dan korupsi, kepemimpinan kolonel ini bisa selamatkan Madagaskar—atau picu kekacauan lebih dalam. Saat sidang Lusaka mendekat, dunia tunggu: apakah ini awal reformasi, atau babak baru instabilitas? Satu hal pasti, Madagaskar tak lagi sama—dan masa depannya tergantung satu kolonel.