Jepang Resmi Mempunyai PM Perempuan Pertama

jepang-resmi-mempunyai-pm-perempuan-pertama

Jepang Resmi Mempunyai PM Perempuan Pertama. Pagi 21 Oktober 2025, Jepang catat sejarah baru saat parlemen secara resmi pilih Sanae Takaichi sebagai perdana menteri perempuan pertama negara itu. Anggota Partai Liberal Demokrat (LDP) berusia 64 tahun ini menang suara di Diet Nasional Tokyo, kalahkan dua kandidat lain dalam voting kedua yang dramatis. Takaichi, yang dijuluki “Margaret Thatcher Jepang” karena pandangannya yang konservatif tegas, naik tahta setelah kesepakatan koalisi mendadak malam sebelumnya. Ini jadi momen landmark di negara yang selama ini didominasi pemimpin pria, dengan hanya 10 persen anggota parlemen wanita. Di tengah tantangan ekonomi stagnan dan ketegangan regional dengan China, Takaichi janji reformasi cepat dan kebijakan pro-bisnis. Sorotan dunia tertuju: bisakah ia pimpin Jepang keluar dari deflasi panjang, atau hadapi badai politik awal? REVIEW FILM

Kronologi Pemilihan yang Dramatis: Jepang Resmi Mempunyai PM Perempuan Pertama

Pemilihan Takaichi bermula dari kekalahan LDP di pemilu parlemen 14 September 2025, di mana partai kehilangan mayoritas absolut untuk pertama kalinya sejak 2009. PM sebelumnya, Shigeru Ishiba, mundur setelah hanya tahan 13 bulan, tinggalkan kekosongan kepemimpinan. LDP, yang pegang kekuasaan hampir tanpa henti sejak 1955, buru kandidat kuat untuk stabilkan koalisi dengan Komeito. Takaichi, menteri ekonomi era Shinzo Abe, muncul sebagai favorit berkat dukungan sayap kanan partai.

Voting Diet berlangsung pagi ini di Tokyo: Ronde pertama, Takaichi dapat 285 suara, kalah tipis dari Yoshimasa Hayashi (290 suara) dan Seiko Noda (200 suara). Tapi ronde kedua, kesepakatan koalisi malam tadi—di mana LDP tarik dukungan dari Hayashi—bikin Takaichi menang 310-280. Parlemen, dengan 465 kursi, konfirmasi ia sebagai PM ke-104. Upacara pelantikan di Istana Kepresidenan berlangsung singkat, dengan Kaisar Naruhito serahkan tugas. Kronologi ini penuh intrik: Negosiasi semalam libatkan 20 anggota senior LDP, dan Takaichi janji kabinet campur pria-wanita untuk tunjukkan inklusivitas. Ini bukan pemilihan biasa; ia simbol perubahan di Jepang yang lambat reformasi gender.

Profil Sanae Takaichi: Dari Konservatif Keras ke Pemimpin Baru: Jepang Resmi Mempunyai PM Perempuan Pertama

Sanae Takaichi lahir 1964 di Nara, lulus Universitas Tokyo dengan gelar hukum, dan masuk politik 2000 sebagai anggota DPR. Ia cepat naik: Menteri Ekonomi 2014-2016 di bawah Abe, di mana dorong deregulasi untuk tingkatkan PDB 2 persen. Pandangannya konservatif: Dukung revisi konstitusi pasca-perang untuk militer lebih kuat, dan kritik kebijakan China soal Laut China Selatan. Dijuluki “Thatcher” karena gaya tegas dan pro-pasar bebas, Takaichi juga penggemar Iron Maiden—ia sebut musik rock bantu “kekuatan mental” di politik.

Karier politiknya tak mulus: Kalah pemilihan LDP presiden 2021, tapi bangkit 2024 sebagai menteri internal. Ia wakili faksi Abe yang pro-Jepang nasionalis, tapi janji inklusif: “Saya wakili semua wanita Jepang yang haus kesetaraan.” Di usia 64, Takaichi jadi PM termuda sejak Abe, tapi juga pertama perempuan—melewati 64 pria sebelumnya. Profil ini campur ambisi dan kontroversi: Dukungannya untuk kuil Yasukuni picu protes Korea Selatan, tapi di dalam negeri, ia populer di kalangan muda urban yang muak stagnasi ekonomi.

Implikasi Politik dan Ekonomi di Jepang dan Global

Pemilihan Takaichi implikasi luas bagi Jepang yang hadapi deflasi 2 persen dan utang 250 persen PDB. Ia janji paket stimulus 50 triliun yen untuk dorong konsumsi, plus reformasi tenaga kerja untuk naikkan partisipasi wanita ke 70 persen—langkah progresif di negara dengan kesenjangan gender terburuk OECD. Politik internal: LDP tanpa mayoritas bergantung koalisi, bikin Takaichi harus kompromi dengan oposisi seperti CDP untuk anggaran. Ini bisa stabilkan pemerintahan, tapi juga picu deadlock soal pajak.

Globalnya lebih tajam: Sebagai sekutu AS, Takaichi janji tingkatkan anggaran pertahanan ke 2 persen PDB, dukung Quad lawan China. Tapi kebijakannya pro-bisnis bisa tegangkan hubungan dengan serikat buruh. Di Asia, Korea Selatan khawatir sikapnya soal sejarah perang, sementara China sebut ia “hawkish”. Implikasi ekonomi: Yen menguat 1 persen pasca-pemilihan, dorong ekspor otomotif naik 5 persen proyeksi 2026. Bagi wanita Jepang, Takaichi simbol harap—tapi ia harus bukti lewat kebijakan nyata, bukan cuma simbol.

Kesimpulan

Pemilihan Sanae Takaichi sebagai PM perempuan pertama Jepang pada 21 Oktober 2025 adalah tonggak sejarah yang penuh janji dan tantangan. Dari kronologi voting dramatis, profil konservatif tegasnya, hingga implikasi politik-ekonomi yang luas, langkah ini tunjukkan Jepang siap ubah—tapi butuh eksekusi cerdas untuk atasi stagnasi. Di tengah tekanan global, Takaichi punya peluang bentuk legacy: Dari Thatcher Asia jadi pemimpin inklusif. Bagi rakyat Jepang, ini momen harap—wanita di puncak, reformasi di depan. Saat ia bentuk kabinet, dunia tunggu langkah pertama—karena di Tokyo yang tenang, angin perubahan mulai berhembus.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *